Jabar Relasipublik.com || Seto Mulyadi atau Kak Seto menyesalkan adanya kasus siswa bunuh diri akibat depresi mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Kak Seto mengatakan, hal ini seharusnya tidak perlu terjadi apabila model PJJ yang berjalan menyenangkan bagi siswa.
“Impian anak adalah belajar di rumah. Karena bagi anak, rumah adalah tempat yang paling ramah. “Ujar Kak Seto pada Sabtu, 31 Oktober 2020.
Ia juga menyayangkan masih adanya tindak kekerasan pada anak saat menjalankan PJJ. Kondisi ini akan semakin membuat anak stres dan tertekan selama belajar di rumah.
Tugas-tugas yang berat hingga membuat anak depresi juga harusnya tidak terjadi pada masa PJJ ini. Sebab, menurutnya, saat anak belajar di rumah, anak membayangkan pembelajaran yang menyenangkan.
Dia malah mengaku heran saat ada anak yang depresi hingga bunuh diri saat PJJ. Menurutnya, ada kesalahan persepsi dalam menjalankan belajar dari rumah tersebut.
Kak Seto : Kurikulum Pendidikan Harus Lebih Berpihak Pada Anak
“Pertama yang harus diperhatikan kurikulum pendidikan yang diberikan harus lebih berpihak pada anak, yang sesuai anak pada kondisi saat ini hak anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang, mendapat perlindungan dan sebagainya, ” Terang dia.
Ia menekankan peran orang tua menjadi sangat penting dalam proses belajar daring. Orang tua jadi pendidik pertama dan utama selama masa PJJ.
Orang tua, kata Kak Seto, harus dapat menjadi sahabat sekaligus idola anaknya saat belajar. Suasana belajar harus diciptakan seramah mungkin. Orang tua juga harus berkonsultasi dengan guru. Utamanya menghadapi stres ketika mengajar anak.
Jika orang tua sudah kesulitan dan didera stres, maka pembelajaran juga tak maksimal dan tidak akan menjadi proses belajar yang menyenangkan bagi anak. Hal pertama yang harus diingat orang tua yaitu anak sejatinya sangat senang belajar.
“Anak-anak itu dasarnya senangnya belajar. Suasana ini yang harus kita jaga di rumah. Kita harus temukan potensinya, minatnya kita kenali anak kita dengan komunikasi yang efektif. “Tutur kak Seto.
PJJ dilaporkan kembali merenggut nyawa. Teranyar, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap kalau seorang siswa SMP di Tarakan, Kalimantan Utara, meninggal bunuh diri diduga depresi belajar daring.
Model PJJ pun diminta dikaji ulang. Pasalnya, Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti mencatat, sudah tiga nyawa siswa melayang diduga akibat PJJ.
Namun, Kemendikbud menyebut, kasus siswa bunuh diri di Tarakan merupakan wewenang Kementerian Agama (Kemenag) untuk memberikan tanggapan. Sebab, informasi yang diterima Kemendikbud, siswa berusia 15 tahun itu merupakan pelajar Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Evy Mulyani mengatakan “Siswa tersebut adalah siswa MTs, sebaiknya ditanyakan ke Kemenag sesuai kewenangan. “Ujarnya
Bahwa negara berkewajiban untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa Krn dgn ilmu Indonesia bisa maju dan mengurangi kemiskinan di negeri ini, sesuai dengan amanat pendiri negara yg tertuang dalam UUD 45 dan Pancasila..
(*WMyuda*) dan Malmus
Sumber : LPI TIPIKOR
Discussion about this post