JABAR RELASI PUBLIK.COM ‐‐‐ KOTA BOGOR
KOMISI IX DPR RI Melakukan kunjungan kerja spesifik dalam rangka masa sidang ke-II ke Balai Kota Bogor, Selasa (30/11) pagi.
Kunjungan tersebut, secara spesifik dengan tujuan pengawasan pelaksanaan program percepatan penanganan stunting di Kota Bogor.
Rombongan parlemen dari Senayan ini diterima langsung Dedie A. Rachim dan Sekda, Syarifah Sofiah dan para kepala OPD yang terkait dengan penanganan stunting.
Sebelum masuk ke inti diskusi, Dedie menjelaskan saat ini Kota Bogor tercatat memiliki penduduk sebanyak 1,1 juta jiwa. Dimana sebanyak 84.729 di antaranya merupakan seorang balita. Sehingga tantangannya saat ini, apalagi di masa Covid-19, sempat ada kenaikan jumlah balita stunting.
“Berdasarkan data BPS bulan Agustus 2021, angka stunting di 12 kelurahan lokus mengalami penurunan. Namun masih ada dua kelurahan yang masih diatas 10 persen yaitu Bondongan dan Rangga Mekar, “jelas Dedie.
Dedie menambahkan, tahun 2020 kemarin dari 84.729 balita di Kota Bogor, ada 10,6 persen yang mengalami stunting. Naik dari tahun sebelumya. Namun di tahun 2021 ini, turun menjadi 7,44 persen.
Permasalahan stunting ini, menurut Dedie memang banyak penyebabnya. Salah satunya dari laporan penelitian Kohort yang dilakukan Balai Pusat Litbang Upaya Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sejak 2015 hingga 2020 kemarin.
Ada empat kelurahan yang dijadikan penelitian. Hasil dari penelitian itu, didalam stunting memang ada permasalahan kesehatan yang menjadi penyebab dan cukup serius. Terutama bagi mereka yang berusia dewasa dan menjadi orang tua.
“Dari 2.000 orang, 800 orang yang diikuti perjalanan kesehatannya mengalami permasalahan penyakit tidak menular. Seperti jantung, diabetes, hipertensi dan stroke. Ini permasalahan yang cukup serius. Dan konon katanya dari penelitian itu masyarakat kurang makan sayur, buah, dan protein, “urai Dedie.
Sejumlah permasalahan tersebut, sambung Dedie, diharapkan bisa menjadi perhatian juga bagi para anggota legislatif di tingkat pusat merumuskan kebijakan anggaran mengurangi potensi terganggunya kesehatan masyarakat. Jadi, tidak hanya melalui anggaran daerah saja.
Menambahkan, Sekda Kota Bogor, Syarifah Sofiah mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor sudah melakukan berbagai kegiatan untuk mengurangi angka stunting. Terutama yang dilakukan oleh Dinkes
“Seperti pemberian PMT (pemberian makanan tambahan), baik dari APBD maupun APBN. PMT tersebut tak hanya untuk ibu hamil, namun juga untuk balita gizi buruk, balita gizi kurang, ibu hamil yang terpapar Covid-19 dan balita Covid-19 serta nakes (tenaga kesehatan) Dinkes yang terpapar covid, “papar Syarifah.
Tak hanya itu, sambung Sekda, Dinkes melalui sejumlah posyandu di wilayah juga melakukan pemantauan pertumbuhan balita. Lalu juga kerja sama dengan lintas sektor melalui konvergensi stunting.
Pelayanan tata laksana gizi buruk beserta rujukan ke rumah sakit bila diperlukan juga dilakukan. Begitu juga dengan distribusi obat – obatan hingga multivitamin bagi ibu atau balita itu sendiri.
“Kendala yang ada selama pandemi dalam intervensi adalah di tutupnya pelayanan kesehatan di posyandu dan adanya rasionalisasi anggaran. Sehingga kita berinovasi dari membuat posyandu mobile hingga kunjungan door to door dengan protokol kesehatan yang ketat, “kata dia
Pimpinan rombongan Anggota Komisi IX DPR – RI, Suir Syam menjelaskan, kondisi pandemi memang mempengaruhi seluruh aspek kesehatan. Termasuk penanganan stunting, apalagi fasilitas kesehatan (faskes) yang juga terbebani dengan masalah Covid-19.
“Rantai pasokan makanan juga terganggu, dan juga hilangnya pendapatan. Bahkan UNICEF memperkirakan, Covid-19 dapat menyebabkan peningkatan tajam jumlah anak – anak yang mengalami masalah gizi di Indonesia. Sehingga perlu dilakukan intervensi, “jelas dia. (red)
Editor. : Wendi Mayuda
Discussion about this post